Logo Lambang Tuba Barat

Logo Lambang Daerah mempunyai gambar dan arti sebagai berikut :


a. Logo Lambang Daerah Berbentuk Perisai Bersegi Lima, menggambarkan bahwa masyarakat Tulang Bawang Barat sanggup mempertahankan cita-cita Bangsa Indonesia dan melanjutkan pembangunan serta memajukan daerah berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;
b. Tulisan Tulang Bawang Barat dengan Huruf Merah dan Dasar Putih mempunyai makna bahwa keberadaan dan terbentuknya Kabupaten Tulang Bawang Barat adalah dalam nuansa persatuan dan kesatuan, semangat kebersamaaan serta kehormatan terhadap Sang Saka Merah Putih sebagai Lambang Kedaulatan Republik Indonesia;
c. Mata Payan di atas payung beserta tangkainya adalah senjata tradisional masyarakat Tulang Bawang Barat yang senantiasa siap mempertahankan daerah dan masyarakatnya;
d. Payung Berwarna Putih melambangkan masyarakat Tulang Bawang Barat yang memiliki hati yang suci dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam payung di atas rumbai terdapat 3 (tiga) warna bergaris putih, kuning dan merah dengan pembatas 4 (empat) garis, terdapat 20 (dua puluh) buah rumbai dan berjari-jari 9 (sembilan) buah, menggambarkan bahwa Kabupaten Tulang Bawang Barat di resmikan pada tanggal 3 April 2009;
e. Siger Lampung Berwarna Emas merupakan pakaian kebesaran masyarakat adat Lampung melambangkan bahwa masyarakat Tulang Bawang Barat sangat menghormati wanita yang didasari ajaran agama dan adat Lampung;
f. Rantai Bersambung 4 (empat) berwarna putih melambangkan Kabupaten Tulang Bawang Barat merupakan bagian dari 4 (Empat) Marga yang tidak dapat dipisahkan oleh situasi apapun dan masyarakat Tulang Bawang Barat mempunyai kewajiban untuk menjamin keutuhannya sepanjang masa;
g. Talow adalah instrumen induk dari semua tetabuhan adat, yang dibunyikan pada saat masyarakat adat Tulang Bawang Barat Begawi, mengartikan masyarakat Tulang Bawang Barat berada dalam satu kesatuan walau banyak instrumen yang mengeluarkan bunyi-bunyian, tetapi akan terangkum dalam musyawarah dan mufakat untuk tujuan bersama;
h. Rangkaian 45 (Empat Puluh Lima) Butir Padi, 17 (Tujuh Belas) Polong Kapas dan Tali Simpul 8 (Delapan) mempunyai makna kebersamaan yang utuh untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera berkemakmuran baik lahir maupun batin, serta makmur berkeadilan dalam wadah Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;
i. Pepadun berwarna emas adalah singgasana kerajaan dalam adat Lampung, menunjukan bahwa masyarakat Tulang Bawang Barat khususnya masyarakat Lampung Pepadun mempunyai cita-cita yang luhur untuk mencapai keberhasilan dalam strata sosial, politik dan ekonomi, khususnya dalam kancah Adat yang selalu digambarkan dalam PIIL PASENGGIRI, BEJULUK BEADEK, NENGAH NYAPPUR, NEMUI NYIMAH dan SAKAI SAMBAYAN;
j. Tulisan Aksara Lampung yang berbunyi RAGEM SAI MANGI WAWAI;
k. Seuntai Pita bertuliskan “RAGEM SAI MANGI WAWAI“ dasar Putih dengan tulisan berwarna Merah. Ragem Sai Mangi Wawai bermakna “KEBERSAMAAN MENUJU KEBERHASILAN” juga merupakan Motto Kabupaten Tulang Bawang Barat;
l. Air dengan 11 (Sebelas) Garis menunjukan Kabupaten Tulang Bawang Barat mempunyai cikal bakal dari 11 (Sebelas) kampung. Pada masa lalu transportasi yang digunakan oleh masyarakat adalah melalui sungai yaitu Way Rarem, Way Tulang Bawang, Way Kiri. Sungai Tulang Bawang mengalir sepanjang tahun dan memberikan sumber kehidupan bagi masyarakat Tulang Bawang Barat, yang nantinya akan berkembang menjadi agrobisnis baik untuk pertanian maupun perikanan.

Letak Geografis

Daerah Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 Km2 termasuk pulau pulau yang terletak pada bagian sebelah paling ujung tenggara pulau Sumatera, dan dibatasi oleh :

1. Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, di Sebelah Utara

2. Selat Sunda, di Sebelah Selatan

3. Laut Jawa, di Sebelah Timur

4. Samudra Indonesia, di Sebelah Barat

Provinsi Lampung dengan ibukota Bandar Lampung, yang merupakan gabungan dari kota kembar Tanjungkarang dan Telukbetung memiliki wilayah yang relatif luas, dan menyimpan potensi kelautan. Pelabuhan utamanya bernama Panjang dan Bakauheni serta pelabuhan nelayan seperti Pasar Ikan (Telukbetung), Tarahan, dan Kalianda di Teluk Lampung. Sedangkan di Teluk Semangka adalah Kota Agung, dan di Laut Jawa terdapat pula pelabuhan nelayan seperti Labuhan Maringgai dan Ketapang. Di samping itu, Kota Menggala juga dapat dikunjungi kapal-kapal nelayan dengan menyusuri sungai Way Tulang Bawang, adapun di Samudra Indonesia terdapat Pelabuhan Krui. Lapangan terbang utamanya adalah "Radin Inten II", yaitu nama baru dari "Branti", 28 Km dari Ibukota melalui jalan negara menuju Kotabumi, dan Lapangan terbang AURI terdapat di Menggala yang bernama Astra Ksetra. Secara Geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan : Timur - Barat berada antara : 103o 40' - 105o 50' Bujur Timur Utara - Selatan berada antara : 6o 45' - 3o 45' Lintang Selatan

Teori Asal Usul Nama Lampung

Menurut cerita, di daerah yang kini disebut Tapanuli, meletuslah sebuah gunung berapi. Karena letusannya sangat hebat, banyak penduduk mati akibat semburan api, lahar, dan batu-batuan dari gunung berapi itu. Akan tetapi, banyak juga yang berhasil menyelamatkan diri. Meletusnya gunung berapi di Tapanuli itu, menurut cerita membentuk sebuah danau yang sekarang disebut Danau Toba.

Ada empat bersaudara di antaranya yang berhasil selamat dari letusan gunung berapi itu. Mereka menyelamatkan diri dan meninggalkan Tapanuli menuju ke arah tenggara. Mereka naik sebuah rakit menyusuri pantai bagian barat Pulau Swarnadwipa, sekarang bernama Pulau Sumatra.

Keempat bersaudara itu bernama Ompung Silitonga, Ompung Silamponga, Ompung Silatoa, dan Ompung Sintalaga. Berhari-hari mereka berlayar dengan rakit, terus menyusuri pantai. Berbulan-bulan mereka terombang-ambing di laut karena perjalanan mereka tanpa tujuan. Persediaan makanan yang dibawa makin lama makin menipis. Beberapa kali empat bersaudara itu singgah dan mendarat di pantai untuk mencari bahan makanan. Entah karena apa, pada suatu hari ketiga saudara Ompung Silamponga tidak mau melanjutkan perjalanan, padahal Ompung Silamponga saat itu sedang sakit. Mereka turun ke darat dan menghanyutkan Ompung Silamponga dengan rakit yang mereka tumpangi sejak dari Tapanuli. Berhari-hari Ompung Silamponga tidak sadarkan diri di atas rakitnya.

Akhirnya pada suatu hari, Ompung Silamponga terbangun karena ia merasakan rakitnya menghantam suatu benda keras. Setelah membuka mata, Ompung Silamponga kaget. Rakitnya sudah berada di sebuah pantai yang ombaknya tidak terlalu besar. Anehnya, Ompung Silamponga merasa badannya sangat segar. Segera ia turun ke pasir, melihat sekeliling pantai. Dengan perasaan senang, ia tinggal di pantai itu. Kebetulan di sana mengalirsebuah sungai berair jernih. Ompung berpikir, disitulah tempatnya yang terakhir, aman dari letusan gunung berapi. Ia tidak tahu sudah berapa jauh ia berlayar. Ia juga tidak tahu di mana saudara-saudaranya tinggal.

Cukup lama Ompung tinggal di daerah pantai, tempatnya terdampar. Menurut cerita, tempat terdamparnya Ompung Silamponga dulu itu kini bernama Krui, terletak di Kabupaten Lampung Barat, tepatnya di pantai barat Lampung atau disebut dengan daerah pesisir. Setiap hari Ompung bertani, yang bisa menghasilkan bahan makanan. Tidak disebutkan apa jenis tanaman yang ditanam Ompung saat itu.

Karena sudah lama tinggal di daerah pantai, ingin rasanya Ompung berjalan-jalan mendaki pegunungan di sekitar tempat tinggalnya. Semakin jauh Ompung masuk ke hutan, semakin senang ia melakukan perjalanan seorang diri.

Pada suati hari, sampailah Ompung di suatu bukit yang tinggi. Dengan perasaaan senang, ia memandang ke arah laut, lalu ke arah timur dan selatan. Ia sangat kagum melihat keadaaan alam sekitar tempatnya berdiri, apalagi di kejauhan tampat dataran rendah yang sangat luas.

Karena hatinya begitu gembira, tidak disadarinya ia berteriak dari atas bukit itu, ”Lappung … Lappung … Lappung!” Kata lappung berarti luas dalam bahasa Tapanuli. Dalam hati Ompung, pasti di sekitar dataran rendah yang luas itu ada orang. Dengan tergesa-gesa, ia menuruni bukit dan menuju dataran rendah yang ia lihat dari atas bukit.

Ompung pun sampai di tempat yang ia tuju, Ia bertekad untuk tinggal di dataran itu selamanya dan akan membangun kampung baru. Setelah sekian tahun menetap, barulah Ompung bertemu dengan penduduk daerah itu yang masih terbelakang cara hidupnya. Meskipun demikian, mereka tidak mengganggu Ompung, bahkan sangat bersahabat.

Akhirnya, Ompung pun meninggal dunia di daerah yang ia sebut Lappung, kini bernama Sekala Berak atau Dataran Tinggi Belalau di Lampung Barat.

Menurut cerita rakyat di daerah itu, bahkan ahli sejarah tentang Lampung, nama Lampung itu sendiri berasal dari nama Ompung Silamponga. Akan tetapi, ada juga yang mengatakan bahwa nama Lampung berasal dari ucapan Ompung Silamponga ketika berada dia atas bukit, setelah melihat adanya dataran yang luas. Perlu diketahui, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Lampung, Prof. Hilman Hadikusuma, SH, memasukkan legenda Ompung Silamponga sebagai teori ketiganya tentang asal-usul Lampung. Beliau menyebutkan bahwa Sekala Berak adalah perkampungan pertama orang Lampung. Penduduknya disebut orang Tumi atau Buay Tumi.

Kesimpulan

Menyimak kisah Ompung Silamponga di atas, jelaslah bahwa jenis cerita rakyat di atas adalah legenda rakyat Lampung yang masih dikenal banyak orang sampai kini. Terlepas benar atau tidaknya riwayat Ompung Silamponga itu, kita telah memperoleh pelajaran cukup penting tentang perjalanan anak manusia yang tabah dan tidak kenal menyerah dalam usahanya mencari kehidupan yang baru. Di mana pun ia berada, ia dapat melangsungkan kehidupannya, yang penting berusaha dan bekerja.

Disadur dari Buku ”Cerita Rakyat dari Lampung” oleh Naim Emel Praha

page source,http://www.lampungprov.go.id

Bahasa Lampung

Bahasa Lampung, adalah sebuah bahasa yang dipertuturkan oleh Ulun Lampung di Provinsi Lampung, selatan palembang dan pantai barat Banten.

Bahasa ini termasuk cabang Sundik, dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia barat dan dengan ini masih dekat berkerabat dengan bahasa Sunda, bahasa Batak, bahasa Jawa, bahasa Bali, bahasa Melayu dan sebagainya.

Aksara Lampung yang disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Macam tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam Huruf Arab dengan menggunakan tanda tanda fathah di baris atas dan tanda tanda kasrah di baris bawah tapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang, masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.

Artinya Had Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara Pallawa dan Huruf Arab. Had Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan aksara Rencong, Aksara Rejang Bengkulu dan Aksara Bugis. Had Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambing, angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah KaGaNga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah.

Berdasarkan peta bahasa, Bahasa Lampung memiliki dua subdilek. Pertama, subdialek A (api) yang dipakai oleh ulun Melinting-Maringgai, Pesisir Rajabasa, Pesisir Teluk, Pesisir Semaka, Pesisir Krui, Belalau dan Ranau, Komering, dan Kayu Agung (yang beradat Lampung Peminggir/Saibatin), serta Way Kanan, Sungkai, dan Pubian (yang beradat Lampung Pepadun). Kedua, subdialek o (nyo) yang dipakai oleh ulun Abung dan Menggala/Tulangbawang (yang beradat Lampung Pepadun).

Dr Van Royen mengklasifikasikan Bahasa Lampung dalam Dua Sub Dialek, yaitu Dialek Belalau atau Dialek Api dan Dialek Abung atau Nyow.

A. Dialek Belalau (Dialek Api), terbagi menjadi:

1. Bahasa Lampung Logat Belalau dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomisili di Kabupaten Lampung Barat yaitu Kecamatan Balik Bukit, Batu Brak, Belalau, Suoh, Sukau, Ranau, Sekincau, Gedung Surian, Way Tenong dan Sumber Jaya. Kabupaten Lampung Selatan di Kecamatan Kalianda, Penengahan, Palas, Pedada, Katibung, Way Lima, Padangcermin, Kedondong dan Gedongtataan. Kabupaten Tanggamus di Kecamatan Kotaagung, Semaka, Talangpadang, Pagelaran, Pardasuka, Hulu Semuong, Cukuhbalak dan Pulau Panggung. Kota Bandar Lampung di Teluk Betung Barat, Teluk Betung Selatan, Teluk Betung Utara, Panjang, Kemiling dan Raja Basa. Banten di di Cikoneng, Bojong, Salatuhur dan Tegal dalam Kecamatan Anyer, Serang.
2. Bahasa Lampung Logat Krui dipertuturkan oleh Etnis Lampung di Pesisir Barat Lampung Barat yaitu Kecamatan Pesisir Tengah, Pesisir Utara, Pesisir Selatan, Karya Penggawa, Lemong, Bengkunat dan Ngaras.
3. Bahasa Lampung Logat Melinting dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Timur di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kecamatan Jabung, Kecamatan Pugung dan Kecamatan Way Jepara.
4. Bahasa Lampung Logat Way Kanan dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Way Kanan yakni di Kecamatan Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga dan Pakuan Ratu.
5. Bahasa Lampung Logat Pubian dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomosili di Kabupaten Lampung Selatan yaitu di Natar, Gedung Tataan dan Tegineneng. Lampung Tengah di Kecamatan Pubian dan Kecamatan Padangratu. Kota Bandar Lampung Kecamatan Kedaton, Sukarame dan Tanjung Karang Barat.
6. Bahasa Lampung Logat Sungkay dipertuturkan Etnis Lampung yang Berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Sungkay Selatan, Sungkai Utara dan Sungkay Jaya.
7. Bahasa Lampung Logat Jelema Daya atau Logat Komring dipertuturkan oleh Masyarakat Etnis Lampung yang berada di Muara Dua, Martapura, Komring, Tanjung Raja dan Kayuagung di Provinsi Sumatera Selatan.

B. Dialek Abung (Dialek Nyow), terbagi menjadi:

1. Bahasa Lampung Logat Abung Dipertuturkan Etnis Lampung yang yang berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Kotabumi, Abung Barat, Abung Timur dan Abung Selatan. Lampung Tengah di Kecamatan Gunung Sugih, Punggur, Terbanggi Besar, Seputih Raman, Seputih Banyak, Seputih Mataram dan Rumbia. Lampung Timur di Kecamatan Sukadana, Metro Kibang, Batanghari, Sekampung dan Way Jepara. Kota Metro di Kecamatan Metro Raya dan Bantul. Kota Bandar Lampung di Gedongmeneng dan Labuhan Ratu.
2. Bahasa Lampung Logat Menggala Dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Tulang Bawang meliputi Kecamatan Menggala, Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang Tengah, Gunung Terang dan Gedung Aji.

Artikel Source, http://www.lampungprov.go.id

Kabupaten Tulang Bawang Barat

Merupakan salah satu Kabupaten yang berada di  Provinsi Kabupaten ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto, pada tanggal 29 Oktober 2008, sebagai pecahan dari Kabupaten Tulang Bawang, yang terdiri dari beberapa kecamatan diantaranya yaitu:
  1. Gunung Agung
  2. Gunung Terang
  3. Lambu Kibang
  4. Pagar Dewa
  5. Tulang Bawang Tengah (Ibukota: Panaragan Jaya)
  6. Tulang Bawang Udik
  7. Tumijajar (Ibukota: Dayamurni)
  8. Way Kenanga
dengan batas wilayah yang meliputi :

Utara Mesuji Timur, Way Serdang dan Kabupaten Ogan Komering Ilir
Selatan Abung Surakarta, Muara Sungkai dan Terusan Nunyai
Barat Negara Batin, Negeri Batin dan Pakuan Ratu
Timur Banjar Agung, Banjar Margo dan Menggala 

Peta Tulang Bawang Barat